Persona Intikalia

23 Des 2009

Mengapresiasikan Sebuah Puisi Bernuansa Intikali




Bait-bait Sadarkan Aku

memandangmu
sungguh pilu
bercampur rindu
hati pun berderu
genderang berpalu
detak terpacu
dalam padu cintaku
bait-bait sadarkan aku
dari segala syahdu
hati kelabu
pun aku mengadu
meski sebenarnya merayu
hu hu hu
isak tangisku
menahan maluku
dari bait-bait cintaku
yang telah genap seribu
namun pun tak satu
sampai ke kasihku
bait-bait sadarkan aku
aku satu
dia satu
tak mungkin padu
kecuali bersatu
dalam dua cintaku


 

Mengapa puisi di atas yang dipilih? Tentu ada sebuah alasan yang mendasarinya. Puisi ini pernah diplagiat oleh seseorang yang ga kreatif banget. Gue sih sebenarnya ga masalah diplagiat, pokoknya keren aja mlagiatnya. Yang gue ga suka, dia mlagiatnya agak ngawur. Masa judul puisinya diganti dengan "Mimpi". Eh, mimpi? ga nyambung amat ama isi puisinya. Lagian dia nyantumin namanya juga di bawahnya. Padahal dia ga tahu siapa yang buat tu puisi. Tu puisi buatan "John Terro", euy!!! Dibuat pada sekitar Mei 2008 lalu dengan keadaan sedang dalam pusat keintikalian yang menggila. Dan parahnya puisi itu dimuat dalam majalah suatu sekolah swasta di Surabaya. OK lah, gue sadar kalo banyak puisiku yang diaku-aku ma anak lain. Secara pas aku masih duduk di SMA aja, aku menjumpai temanku sendiri memplagiat puisiku, ga ijin pula. Akhirnya ketemu ma aku, terus aku tegur baik-baik, akhirnya dia minta maaf. Heheheh ... emang seharusnya itu yang ia lakukan. OK lah ... gapapa kamu pake tu puisi, tapi jangan cantumkan namamu, cantumkan saja "noname" atau "intikalis". Gitu aja udah ga jadi masalah bagiku.

OK. Mari kita apresiasikan puisi di atas. Dari judulnya aja, "Bait-bait Sadarkan Aku". Di judul itu disisipkan sebuah keadaan lepas kontrol yang dialami oleh seorang intikalis ketika mereka berintikali, sehingga seakan-akan ia meminta tolong pada bait-bait cinta yang biasanya ia buat sebagai obat. Wah ... aneh banget!!!

"Memandangmu". Kenapa ga pake kata "melihatmu". Karena secara "rasa", kata "memandang" itu lebih pada waktu yang lama dan memiliki nilai perhatian terhadap yang ia lihat itu.

"Sungguh pilu". Kalimat tersebut adalah penjelas dari kata "memandangmu". Darinya, kita dapatkan bahwa akibat dari memandang itu berbuah kepiluan. Hal ini menunjukkan bahwa perbuatan anggota badan memiliki pengaruh terhadap suasana hati.

"Bercampur rindu". Kenapa bercampur rindu? Karena setiap sesuatu yang kita "pandang" jika itu berlalu maka akan menimbulkan sebuah kerinduan untuk memandangnya kembali.

"Hati pun berderu". Akibat dari sebuah kerinduan itu akan menambah kecepatan jantung kita dalam memompa darah.

"Genderang berpalu, detak terpacu". Sama saja dengan penjelasan di atas.

"Dalam padu cintaku". Kata "padu" dalam bahasa Indonesia memiliki maksud "menggabung", namun dalam bahasa Jawa, kata "padu" memiliki maksud "sebuah pertikaian". Dapat Anda simpulkan sendiri maksudnya.

"Bait-bait sadarkan aku". Sama dengan penjelasan sebelumnya.

"Dari segala syahdu". Kenapa dikatakan "syahdu". Hal ini dikarenakan jika seorang intikalis yang dalam keintikaliannya tingkat parah, mereka akan mengalami kesyahduan yang bisa menimbulkan kenikmatan yang menghancurkan dirinya sendiri. Maka dari itu perlu disadarkan.

"Hati kelabu". Karena banyaknya syubhat atau syahwat yang terdapat dalam hatinya, dikatakan hatinya kelabu.

"Pun aku mengadu". Hal ini dimaksudkan, seorang intikalis sering mengadu tentang apa yang ia rasakan lewat puisi-puisinya.

"Meski sebenarnya merayu". Dikatakan merayu karena ketika puisi-puisi intikali itu dibaca, maka seakan-akan puisi itu merayu seseorang untuk ingin tahu tentang apa itu intikali.

"Hu hu hu, isak tangisku, menahan maluku, dari bait-bait cintaku, yang telah genap seribu, namun pun tak satu, sampai ke kasihku". Hal ini mengabarkan bahwa seakan intikalis itu malu karena puisi-puisi yang telah ia buat sudah banyak, namun belum dapat memberikan hasil untuk mengeluarkannya dari jurang keintikalian.

"Bait-bait sadarkan aku". Sama dengan penjelasan sebelumnya.

"Aku satu, dia satu, tak mungkin padu". Ini dimaksudkan ketika seorang intikalis memegang sebuah prinsip, sedangkan yang dicintainya juga memegang prinsip yang berbeda dengannya. Maka dikhawatirkan, keduanya tak mungkin berdiri dalam sebuah prinsip.

"Kecuali bersatu, dalam dua cintaku". Dikatakan "kecuali bersatu" ialah ketika salah satu dari mereka ada yang mengalah. "Dalam dua cintaku", ini menunjukkan bahwa seorang intikalis harus tetap mempertahankan prinsipnya. Dia mencintai prinsipnya dan juga mencintai kekasihnya. Namun, bukan berarti mencintai kekasihnya harus meninggalkan prinsipnya. Cintanya terhadap prinsip yang ia pegang melebihi cintanya kepada kekasihnya.

Mungkin sebatas itu saja yang aku ingin jelaskan tentang puisi di atas, meskipun sebenarnya banyak makna-makna tersembunyi yang memang aku ingin sembunyikan dari kalian semua. Hehehe ...

4 komentar:

  1. i give u 9..
    masya Allah..baguz bgt...

    BalasHapus
  2. Dari penjelasan agan yang sangat keren ini, cuman satu pertanyaan yg ingin aku tanyakan. Intikali sendiri itu apa maksudnya gan??

    BalasHapus
  3. cobalah cari sendiri :)
    suatu saat kamu akan menemukannya :D

    BalasHapus