Persona Intikalia

23 Mei 2011

Aku Tahu dan Aku Bisu

Apa? Bagaimana? Mengapa? Kug bisa? Banyak pertanyaan yang sering menghantui otak kita. Terkadang pertanyaan-pertanyaan tersebut membuat kita sulit fokus dan ga bisa tidur. Begitulah, seorang manusia diciptakan memang untuk goyah dan selalu mempertanyakan. Mungkin banyak dari kita yang pernah mempertanyakan tentang adanya kita di bumi ini. Mengapa kita harus ada di bumi ini dan untuk apa. Meskipun sebenarnya pertanyaan itu sudah dijawab 14 abad yang lalu, ternyata masih banyak manusia yang kehilangan arah karena pertanyaan itu.

Dalam entri kali ini saya tidak akan menjawab itu. Saya di sini hanya akan membuat otak Anda semakin bertanya-tanya dan tersesat dalam kegalauan tingkat tinggi. Jika Anda merasa tidak siap, silakan tutup tab browser Anda dalam laman ini.

Mengapa kita ada di bumi ini? Sebenarnya siapa kita? Apakah kita di bumi ini benar diciptakan oleh Tuhan hanya untuk kita. Um ... sepertinya lebih cocok jika kata kita diganti dengan kata "aku".

Ya, aku. Siapa aku? Kemudian aku menjawab, aku adalah manusia. Apakah aku diciptakan, ataukah aku hanya sekedar salah satu dari kebetulan yang ada di alam ini. Kemudian aku menjawab, Tuhan lah yang menciptakanku. Um, jika Tuhan menciptakanku, apakah alasan-Nya untuk menciptakanku? Apakah aku diciptakan hanya untuk melengkapi alam ini, ataukah semua alam ini diciptakan untuk melengkapi penciptaan diriku. Um, sepertinya alam ini diciptakan untukku. Jika memang begitu, mengapa jika aku ingin sesuatu maka tidak mudah aku mendapatkan hal itu. Berarti alam tidak diciptakan untukku, melainkan ada makhluk lain yang diciptakan, dan aku hanya ada untuk melengkapinya. Jika memang begitu, siapakah makhluk itu? Kemudian aku mengalami kebuntuan dalam menjawab dan mencari-cari, namun tetap saja aku belum menemukannya.

Kemudian timbul lagi pertanyaan. Jika benar Tuhan menciptakan semua ini, musti ada alasan yang kuat terjadi semua ini. Aku yakin tidak ada kebetulan yang sampai sesempurna ini. Ini adalah sebuah rencana. Setelah itu, otakku berpikir lagi tentang sebuah rencana besar yang disebut dengan takdir. Takdir, ya takdir. Apa itu takdir? Manakah yang dominan, kehendakku atau takdir. Jika takdir lebih dominan maka mengapa ketika aku malas belajar, mengapa aku menjadi bodoh. Jika aku lapar, mengapa makanan tidak datang di depanku, aku harus beranjak untuk mendapatkan itu semua. Berarti takdir tidaklah dominan. Namun, pikiranku semakin ragu lagi ketika aku menemui sebuah keadaan di mana ketika aku sudah belajar dengan keras, masih saja gagal. Jika kehendakku lebih dominan seharusnya aku pasti berhasil. Berarti di sini takdir lebih dominan. Kemudian aku mulai berpikir. Lantas aku semakin bingung dengan sifat takdir dan kehendakku.

Kemudian aku berpikir kembali, meskipun masih banyak pertanyaan yang bertubi-tubi memenuhi otakku. Apa yang aku lakukan? Aku sadar, aku sedang mencari kebenaran. Apa itu kebenaran? Apa yang membuat sesuatu itu disebut kebenaran. Ya, sesuatu yang disepakati oleh orang banyak. Kemudian aku berpikir lagi, bagaimana jika orang yang bersepakat itu adalah orang-orang yang bodoh, apakah kesepakatan itu masih bisa disebut sebagai kebenaran? Aku pun mulai meragukan hipotesis awalku tentang kebenaran adalah kesepakatan orang banyak. Jika seperti itu, maka siapakah yang dianggap benar. Dari mana aku tahu kalo dia benar yang mengucapkan kebenaran. Keraguanku semakin mendayu. Kemudian, pertanyaan lainnya datang lagi. Jika memang kebenaran itu kebenaran, mungkinkah kebenaran yang hakiki itu menjadi salah. Apakah kebenaran itu mempunyai titik balik menjadi sebuah kesalahan. Jika itu ada, maka kapan dan di manakah titik balik kebenaran itu berada.

Tubuh pun semakin menggigil karena pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya aku buat sendiri dalam sebuah kamarku. Aku mendengar suara orang tuaku memanggilku untuk segera bangun dan berangkat ke sekolah. Namun, aku pun beralasan sakit. Karena memang tubuhku menjadi panas seiring dengan otakku yang semakin panas. Aku seperti orang gila memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang aku buat sendiri. Aku begitu selama sebulan. Namun, tidak ada yang curiga aku memikirkan itu hingga sakit. Dan aku tak pernah ketinggalan pelajaran di sekolah karena aku memang seorang juara di kelas. Ya, beginilah. Saat itu, aku yakin remaja seumuranku tak pernah mengalami kegalauan semacam ini.

Deskripsi di atas berdasarkan kisah nyata dari beberapa orang yang menjadi juara di kelasnya. Aku merangkumnya hanya dalam sebuah postingan blog ini. Beberapa dari mereka ada yang sudah berhenti memikirkan ini, sembuh dari kegilaannya, dan menemukan jawaban dari semua ini dan hidup normal seperti orang biasa lainnya dan tetap juara. Namun, sungguh naas bagi sebagian lainnya yang tetap saja menjadi orang gila. Aku sungguh kasihan dengan mereka, mereka adalah teman-temanku ketika SMA dulu. Tak banyak orang yang mengetahui apa yang mereka alami. Aku tahu dan aku bisu.

34 komentar:

  1. What is life mean? Life is making ourselves have value for the people, nature, and or God

    BalasHapus
  2. tak banyak orang yang mengetahui itu dan berjalan di atas itu

    BalasHapus
  3. mungkin semua itu akan terjawab jika kita sudah mati nanti....

    bukankah semua org hidup itu akan mati?bukan hanya org, tp semua makhluk yg hidup pasti akan binasa.
    jd utk apa memikirkan semua pertanyaan2 tersebut di atas?
    nikmatilah saja hidupmu yg skrg.
    itu adalah yg terbaik.

    BalasHapus
  4. @Ajeng Sari Rahayu: betul jeng, itu fakta di depan mataku

    @Penghuni 60: kalo itu sudah pasti jika telah mati :P

    BalasHapus
  5. saya buta dan saya tidak tuli<< ga jelas

    BalasHapus
  6. ya Allah John, kok sampek gila iku lho...tenan tho.

    aku dulu sering dinasehatin sama sodaraku di Jawa sana, mungkin karna aku terlalu penutup dan mengurung diri di rumah. cuma berkutat sama buku. katanya yo mbok ndak usah mikir banter2, nanti bisa gila...


    mungkin salah satu temanmu, terlalu keras memikirkan pertanyaan2 tadi.

    BalasHapus
  7. wah berat ... ini secara inti mirip dengan pemikiran Plato dan Aristoteles, bedanya mereka mempertanyakan tujuan tanpa menyangkut-pautkan dengan entitas Tuhan Yang Maha Kuasa.

    BalasHapus
  8. perjalanan manusia memang terkadang terasa begitu absurd. jika anda berkenan silahkan kunjungi tulisan http://dede-vepi.blogspot.com/2010/11/tak-perlu-judul-karena-dengan-judul.html

    BalasHapus
  9. hebat sekali kamu bisa mengerti dan memahami perasaan dan kondisi masing-masing dengan seksama?.. hayoo jadi tempat curhat yaa duluu??

    BalasHapus
  10. saya juga pernah mendengar kisah ini,kisah nyata.
    kebanyakan dari mereka adalah yang belajar tentang ilmu filsafat,yg saya ketahui ilmu filsafat itu selalu menuankan 'akal',dan mungkin karena kesombongan beberapa ekor manusia,mereka selalu mengutamakan akal untuk menjawab semua pertanyaan yang mereka mungkin buat sendiri.padahal akal tidak selamanya 'mampu' untuk menjawab.

    suatu ketika,seseorang diantara mereka bertanya:
    "bisa tidak Tuhan menciptakan sesuatu(dzat) yang lebih hebat(kuasa) dari Dia?"
    saya jawab:
    "tentu saja. Dia tinggal berkata jadilah,maka jadilah!"
    dilanjut olehnya:
    "lantas kenapa Dia tidak membuat itu(dzat),biar Dia ada yg bantuin?"
    dan saya pun brniat men'skak'
    "heh,loe nggak berhak nanya-nanya apa yg Tuhan mo lakuin, coz loe yang bakal ditanyain kelak!"

    *mission success!dianya diam*

    sebenarnya cuman mo bilang,gk usah banyak nanya,tapi rajin2 nuntut ilmu.ahihihihi

    hehehe,maap komennya panjang... :p

    BalasHapus
  11. hhhhhhhmmm ane juda diam membisu hehehehe

    BalasHapus
  12. mmmm.... mulai ke arah tasawuf atau ke tauhid, iyakah? semua akan digali secara mendalam sedalam LAUT

    BalasHapus
  13. kamu termasuk salah satunya kah?hehehe :p
    sebagian yg masih saja menjadi org gia itu, gila yg bagaimana maksudmu?

    BalasHapus
  14. @Crazzy.Dave.Jr: haha ... opo ae bor :P

    @Ajeng Sari Rahayu: saya kan sudah bilang

    @Fiction's World: haha ... begitulah

    @dede supriyatna: begitulah om :P

    @Gaphe: begitulah, memang dulu sering jadi tempat sampah

    @^^KoskakiUngu^^: hahay, boleh juga tuh caranya

    @warsito: oh, jadi mau ikutan bisu nih om

    @Rahman Raden: begitulah :P

    @YeN: rahasia :P

    BalasHapus
  15. aku tahu dan aku bisu?
    gue banget tuh waktu jamannya sekolah dulu B)

    BalasHapus
  16. Hakakakaka... Berarti saya masih gila karena hal ini. Sampai sekarang masih sulit tuk dijawab.

    Ada yang bilang kalo orang lagi sakit itu dosanya bakal berkurang. Karena selama dia istirahat dia meresapi apa yang di dapat. Tapi itu juga tergantung.

    BalasHapus
  17. @SHUDAI AJLANI (dot) COM: wew ... begitukah :)

    @Renaldy: betul banget dim, tidaklah seseorang itu terkena duri melainkan sebagian dosanya diampuni

    BalasHapus
  18. aku juga pernah berpikir seperti itu mangapa aku ada dan hidup sekarang ini????
    kadang masih muncul di pikiran ku sekarang ini.
    tapi semua nya aku doakan pada Tuhan , aku ada karna ada tugas khusus yang Dia berikan bagiku, aku ada untuk memuliakan Nama Tuhan di bumi ini.
    karna jalan kebenaran dan pengahrapan itu ada di di dalam DIA.

    BalasHapus
  19. beneran ad yg sampe gila??? tragiss euyy... =,=

    BalasHapus
  20. @uli: ya itu adalah hal yang wajar :P

    @affie9: ya memang tragis euy :(

    @YeN: haha :P

    BalasHapus
  21. hampir saja aku terjerumus ke dalam dunia itu dulu.. Ternyata kesibukan akademikku menyelamatkanku..

    BalasHapus
  22. hahha ... itupun karena sempat aku peringatkan kamu din dari mbak-mbak Charlie's Angel itu, haha

    BalasHapus
  23. kejelasan di semesta ini tak selalu dapat dipaham, maka berendah hati bisa jadi penawar kegelisahan. semoga

    BalasHapus
  24. ya memang begitu om
    seharusnya otak di bawah wahyu

    BalasHapus
  25. woo.. mbak2 charlie's angel.. hahaha..
    tapi jujur, sebelum kamu peringatin itu aku udah dideketin duluan pek..

    BalasHapus
  26. ya emang :P
    tapi seenggaknya kan ga terlalu lama dengan mereka

    BalasHapus
  27. Semangat donk, jangan jadi bisu..hehe

    BalasHapus
  28. haha .. sekarang mah udah semangat :)

    BalasHapus
  29. aku tahu dan aku bisu,
    aku tidak tahu pun tetap bisu
    karena dari dulu.. ya memang begitu..

    BalasHapus