Persona Intikalia

8 Mar 2014

Baju, Hati, dan Ilmu

Baju memang tidak bisa merepresentasikan ilmu. Tentu kamu tidak akan langsung percaya bahwa orang yang memakai baju profesor itu profesor. Bisa saja dia sedang dalam acara cosplay. Begitu juga dengan orang yang memakai sorban dan baju putih-putih. Orang seperti juga belum tentu ustad. Banyak loh orang yang seperti ini, tadi dia ternyata dukun. Katanya, dukun putih. Hehe, lucu sih. Berasa ada di sebuah cerita antara pertarungan antara dukun putih dan dukun hitam. Kebaikan semu melawan kejelekan yang nyata. Ujung-ujungnya juga sama pake jin.

Kalo ketemu orang yang seperti ini paling gampang adalah perhatikan dari apa yang dia ucapkan dan dia lakukan. Boleh jadi ucapannya ga senada dengan perbuatannya. Kadang dari ucapannya pun melenceng. Banyak sekali ustad infotainmen yang menurut saya ini bukan ustad. Cuma mungkin tampangnya ganteng ditambah belajar ilmu dikit. Jreeengg, jadi ustad. Kadang media memang sengaja begitu. Ustad yang sebenarnya itu bahkan hampir tidak pernah muncul di media, karena mereka memang disibukkan dengan ilmu; belajar dan mengajar.

Jika baju dikaitkan dengan hati, ini malah rumit lagi. Boleh jadi malah ga sinkron antara hati dan bajunya. Seperti pada paragraf pertama tadi, bajunya ustad tapi hatinya masih penuh dengan syirik (menyekutukan Alloh). Tapi bukan berarti kita boleh berprasangka buruk sama orang yang pake baju seperti ini. Karena masih ada kug yang baju, hati, dan ilmunya itu sinkron; walaupun jumlahnya sedikit.

Alasan ini juga yang biasanya diucapkan oleh cewek-cewek yang ditodong pake jilbab. Yang penting kan hatinya dulu dijilbabi, lalu tubuhnya. Oke, fine. Pertanyaan selanjutnya, kapan kamu menjilbabi hati kamu, sudahkah? Kalo misalkan dia bilang sudah. Jawabnya, hati yang sudah dijilbabi itu akan sangat mudah menerima kebenaran. Harusnya kamu pake jilbab dong sekarang. Tapi yang namanya cewek, pasti dong punya jurus lagi. Tapi kan, tapi kan, hati aku belum. Yah intinya kalo udah ga mau itu, mau diapain juga ga bakal mau, percayalah. Kamu berdebat sampe besok pun ga bakal merubah keadaaan. Untuk itu jauhi debat, hehe. Gunakan cara yang lebih santun dan halus.

Debat itu membuat hati menjadi keras, waktu kebuang sia-sia dan membuat otak berpikir terus. Ini pasti cape banget. Mending saya bikin template, jadi duit. Prinsip saya sih, jangan ditiru loh, saya akan biarkan orang yang ga mau dengan pendapat saya. Toh juga ga ada untungnya kalo dia membenarkan pendapat saya. Tapi satu, dia juga ga boleh menjejalkan/memaksakan pendapatnya untuk saya terima. Menurut saya itu sangat fair dong. Karena semua perkataan manusia itu bisa ditolak, kecuali perkataan Rasulullah.

Jadi inget cerita tentang dua orang yang berdebat. Dari kejauhan dua orang itu melihat binatang. Orang yang pertama, mengatakan itu burung. Orang yang kedua, mengatakan itu keledai. Nah, kemudian keduanya sepakat untuk mendekatinya. Ketika sudah dekat, hewan itu benar-benar burung lalu terbang. Orang yang pertama mengatakan, bener kan itu burung. Orang yang kedua bilang, oh tidak, itu keledai, cuma bisa terbang. Konyol bukan? Seperti inilah keadaan orang yang berdebat. Mereka kadang bukan mencari kebenaran, tapi mencari kemenangan.

Kembali lagi ke topik awal. Lantas apa korelasi antara baju, hati, dan ilmu? Normalnya ilmu itu akan menyelamatkan hati seseorang. Ilmu juga mempengaruhi seseorang dalam berpakaian. Ketika seorang itu tahu tentang syariat Islam dan hatinya menerima syariat itu dengan tanpa penolakan, tentu bajunya akan menyesuaikan. Kalo cewek ya pake jilbab, kalo cowok ya celananya tidak melebihi mata kaki. Jika dikatakan baju tidak memiliki efek apapun, tentu Islam tidak akan mengatur cara berpakaian.

1 komentar:

  1. yang penting pesan kebaikan sudah disampaikan, kalau yang bersangkutan tak menerima, tidak usah melayani perdebatannya

    BalasHapus