Persona Intikalia

23 Sep 2014

Mendebat Kebenaran

Mungkin di zaman ini banyak sekali yang suka berdebat. Entah apa latar belakangnya. Ingin dianggap pintar, berujung pada hasil yang sok pintar. Miris kadang melihat hasil pendidikan di negeri ini #sokbijak. Bagaimana tidak, masih saja ada orang  yang mendebat mengenai 4x6 dan 6x4. Bukankah ini pelajaran SD yang seharusnya sudah dipahami?

Dengan berlatar belakang pejuang berani tampil beda, jadilah dirimu sendiri, dan kreatif di segala bidang; bukan berarti harus mendebat kebenaran. Beberapa orang mungkin mengabaikan konsep; namun, justru ketika mengabaikan konsep ini maka dirinya akan terlihat bodoh, dan menjadi bodoh. Di saat negara lain sudah berlomba-lomba mengirim roket ke bulan, di Indonesia masih mendebat 4x6 dan 6x4.

Ketika sang kakak membantu adiknya mengisi PR, lalu PR-nya dapat nilai 20; apakah harus menyalahkan gurunya? Harusnya sih yang disalahkan kakaknya. Kenapa begitu? Lah ini kan PR anak SD, kug kakaknya masih ga bisa. Emang dulu di SD ngapain aja? Ini sih cara pikir yang frontal. Sayangnya tidak semua orang berani mengakui kekurangannya. Ibarat buruk rupa cermin dibelah.

Guru SMA saya dulu pernah bilang, "Belajar yang sebenarnya adalah ketika mengajar". Kami pun bertanya, "Kug bisa, Pak?". "Karena ketika kamu mengajar, kamu akan belajar dengan benar. Takut nantinya yang kamu ajarkan salah," jawab guruku. Tapi emang ga lucu sih kalo kita ngajarin orang lain, eh tahu-tahu yang kita ajarkan menyesatkan.

Mungkin banyak yang bertanya-tanya mengapa 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 6x4 bukan 4x6? Jawabnya adalah karena itu adalah kesepakatan pakar-pakar matematika di zaman dulu. Jika kamu hidup di zaman itu dan kamu sudah menjadi pakar, mungkin kamu bisa merubahnya. Sayangnya kita hidup di zaman ini, di mana matematika sudah berkembang jauh melesat. Apakah kamu akan merubah sebuah konsep? Yang mana dengan konsep tersebut sudah menelurkan berjuta-juta rumus dan penerapannya. Harusnya kita berkaca, siapa kita. Apakah kita pantas untuk itu?

Kreatif sih boleh, tapi bukan berarti tidak memperhatikan konsep-konsep yang sudah paten. Mempertanyakan hal itu seperti mempertanyakan mengapa tulisan arab ditulis dari kanan ke kiri, namun penulisan angka arab ditulis dari kiri ke kanan. Jelas sia-sia mendebat hal ini. Konsep 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 6x4 pun sebenarnya secara tidak langsung diakui oleh sebagian besar bahasa. Konstanta selalu berada mendahului variabel. Matematika SMP sudah diajarkan bahwa penambahan x yang berulang 10 kali maka ditulis 10x, bukan x10. Begitu juga bahasa; angka dulu, setelah itu objeknya.

  1. Bahasa Indonesia = Sepuluh Rumah, bukan Rumah Sepuluh
  2. Bahasa Jawa = Sewu Kuto (Seribu Kota), bukan Kuto Sewu
  3. Bahasa Inggris = Ten Brothers (Sepuluh Bersaudara), bukan Brothers Ten
  4. Bahasa Arab = Sab'a Samaawaat (Tujuh Langit), Bukan Samaawaat Sab'a

Dan masih banyak bahasa lainnya yang menganut aturan seperti ini. Apabila hal tersebut dibalik maka memiliki makna yang berbeda. Sewu Kuto tidak sama dengan Kuto Sewu. Sewu Kuto, kotanya ada seribu; sedangkan Kuto Sewu berarti sebuah kota yang bernama Sewu.

Sebenarnya implementasi hal ini sangat banyak. Jika kamu berkecimpung di dunia pemrograman pasti tidak akan kebingungan mengenai hal ini. Karena 4p berarti 4*p, sedangkan p4 adalah variable p yang keempat saat mendefinikasi sebuah anggota p yang banyak. Sepertinya segitu dulu entri kali ini. Sebenarnya males nulis, cuma saya tergelitik dengan fenomena 4x6 dan 6x4 ini. Terlalu lucu untuk diperdebatkan.

11 komentar:

  1. Aku sempat baca-baca berita ini di beberapa web, dan terus terang agak bingung, karena menggunakan pola pikir seperti orang awam lain, bahwa 4x6 ya sama dengan 6x4. Makanya aku heran, kenapa kok itu disalahkan? Baru setelah membaca penjelasanmu ini aku mulai paham, karena menggunakan perumpamaan lain. Ternyata matematika juga menggunakan "susunan bahasa".

    Btw, berarti pada kasus itu, yang benar gurunya dong, ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul, Hoed
      yang benar gurunya
      si pengupload foto juga udah klarifikasi ke gurunya
      dan dia mengakui bahwa dia salah
      itu sih yang aku lihat dari status dia di Facebook dari share2an temen2ku

      akhirnya dia sadar juga, kalo matematika punya aturan (yang banyak orang2 lupakan), hehe :)

      sebentar, berarti kamu juga melewatkan konsep ini yah?
      umm, sebenarnya apa yang telah terjadi di Indonesia ini
      apa karena banyak orang membenci matematika? sampe2 hal2 kecil seperti ini terlewatkan?

      Hapus
    2. Terus terang aku memang agak payah dalam matematika, John. Kalau yang termasuk matematika dasar (seperti kasus ini) aja aku agak bingung, coba bayangin kalau harus berurusan dengan yang lebih rumit. Jaman SMA, aku selalu khawatir kalau diminta guru buat ngerjain tugas matematika di depan kelas, hehe...

      Hapus
    3. hehe, ternyata begitu yah
      kalo aku sih payah Bahasa Inggris
      sampe sekarang malah, pengen banget bisa Bahasa Inggris
      butuh banget, tapi payah :D

      Hapus
  2. Jaman sekarang, makin banyak orang yg kritis, tapi makin sedikit orang yg rendah hati dan bisa berempati sama orang lain

    BalasHapus
    Balasan
    1. sepertinya hal ini karena mereka lupa belajar tentang adab

      Hapus
  3. Saya suka n setuju banget sama kalimat "Belajar yang sebenarnya adalah ketika mengajar"...
    Masalah 4x6 atau 6x4 yg rame dibicarakan sebenarnya saya ga intens ngikutin kronologis n perkembangannya..tapi agak ga sreg aja waktu pertama kali muncul postingan di fb oleh sang kakak... kenapa harus di posting di fb? nawaitu n motifnya apa? menjadi guru itu ga sembarangan..perlu kompetensi yang mumpuni dan tanggung jawab yg amat besar is :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. itu juga janggal menurut saya pak :)
      harusnya kan dia klarifikasi dulu, bukan mengedepankan pendapatnya
      iya kalo pendapatnya benar, kalo salah? malah jadi bumerang buat dirinya :D
      betul pak, saya sudah merasakan bagaimana menjadi guru
      tanggung jawabnya gede, bayarannya kecil
      makanya kalo saya disuruh jadi guru, agak males :P

      Hapus
  4. waah gitu ya? baru paham saya
    tidak begitu mengikuti beritanya. Tadinya tak kira sama aja, hahaha

    BalasHapus