Persona Intikalia

20 Jun 2016

Ketika Aku Merasa Terlalu Sempurna

Selasa minggu lalu, 14 Juni 2016, sehabis seminar tugas akhir alias skripsi selesai, rasanya pikiran ini plong. Apalagi selepas sholat Ashar hujan gerimis membasahi Surabaya. Saat itu aku masih di masjid memperhatikan indahnya hujan kala itu. Rasanya saat itu begitu sempurna. Aku lelah setelah seminar, sholat, lalu melihat hujan. Tentram sekali anggapku.


Suasana itu terlalu sempurna untuk kehidupanku. Aku nikmati angin semilir dan hawa dingin sehabis hujan gerimis. Kutatap rumput di dekat masjid kampus menghijau indah. Seakan menyampaikan pesan damai pada hatiku. Ini sungguh terlalu sempurna dan sangat menyenangkan.

Aku pun bergegas ke laboratorium lalu membereskan barang-barangku untuk segera pulang. Aku pulang mengendarai sepeda motor Beat merahku. Melaju dan melaju dengan kecepatan yang sangat santai, 40 km per jam kira-kira. Aku menikmati hawa sore yang mengesankan. Jarang sekali aku menikmati hawa sore yang menenangkan ini.

Namun, ternyata rasa terlalu sempurna itu membawaku pada kenyamanan yang berbahaya. Aku terlelap saat mengendarai motor. Ya, benar-benar tertidur. Dan, braakkk!!! Aku terbangun dari tidurku, aku melihat ada seseorang membantuku berdiri. Sepeda motorku terjatuh, begitu juga aku. Untung saja tidak ada kendaraan besar seperti truk atau bus di belakangku. Jika itu terjadi, mungkin artikel ini tidak akan tertulis di blog ini.

Aku dibantu untuk minggir di tepi jalan. Spion kanan motorku hancur. Kaca helm-ku retak. Kaki berdarah, mengalir. Tanganku pun aku lihat berdarah. Aku mengaca ke spion kiri motorku. Gigi satu patah, satu lagi retak. Alhamdulillah 'ala kulli hal. Aku masih diberi kesempatan untuk hidup. Aku hanya mengalami luka seperti itu saja. Aku cek kepalaku tidak mengapa, bagian tubuh lainnya juga tidak bermasalah.

Kadang, aku takut ketika aku merasa di sekelilingku terasa begitu sempurna dan menyenangkan. Karena sebentar lagi bakal ada kejutan dari yang memegang ubun-ubunku.

Ya, aku terlalu lelah sehingga aku lupa akan lelahku. Ku ingat seminggu lalu secara berturut-turut tiap hari sebelum seminar ini diadakan, aku paksa habis-habisan tubuhku untuk mengerjakan sampai hasil yang maksimal. Tak hanya itu, istriku pun turut membantu menemaniku saat itu. Aku lihat dia sangat kelelahan. Mungkin aku kira dia bukan anak teknik, jadi maklum jika dia kelelahan. Ternyata tubuhku pun lelah, cuma diriku melupakan lelah itu. Ya, tubuh pun punya hak. Aku terlalu zhalim pada tubuh ini. Bahkan dia bisa tidur tiba-tiba saat aku mengendarai motor. Mengerikan memang jika tubuh mendadak demo.

Tak ada yang lebih baik dari memberikan apa pun sesuai haknya. Tubuh pun butuh tidur. Aku lupa, bahwa aku terkurung pada tubuh yang lemah. Aku lupa, bahwa aku hidup dalam dunia yang punya siklus. Aku lupa, bahwa utang harus dibayar, walau itu cuma utang jam tidur.

Kini, aku harus membayarnya dengan tidur yang melebihi biasanya. Bahkan beberapa hari lalu sebelum aku menulis ini, otakku pun seakan menagih hutang. Setiap aku menulis satu artikel, lalu aku mencoba menulis artikel kedua, otakku sakit, pusing, dan minta tidur. Sampai aku curiga jangan-jangan ada yang error di otakku sehabis kejadian itu. Tapi, untungnya tidak, hari ini otakku bisa beraktivitas dengan normal.

Alhamdulillah 'ala kulli hal. Dari kejadian ini aku mendapat teguran bahwa jangan terlalu berlebihan dalam bekerja. Cukupkan pada kemampuan. Dan ada lagi hikmah yang aku dapatkan. Ternyata harga memperbaiki gigi yang patah itu mahal. Satu gigi 2,5 juta. Dan gigiku ada dua yang harus diperbaiki. Ini adalah nikmat yang sering kulupakan. Padahal ada sekitar 28 gigi (kalo tidak salah) pada mulut orang dewasa. Dan gigi penggantinya tidak sekuat gigi asli. Namun, lagi-lagi aku harus bersyukur. Aku diberikan jalan keluar untuk memperbaiki gigiku dengan donasi dari teman rekan kerjaku.

Kadang jika dipikir, ujian datang silih berganti. Kadang membuat otak tidak bisa dipikir. Memang sih ga bisa dipikir saja. Dan ketika terdesak ada saja solusi yang datang. Sampai kadang karena polanya seperti itu, aku tertawa. Kenapa harus aku pikir, toh nanti juga ada solusinya. Cuma kadang di sekeliling kita ada saja orang-orang yang melemahkan semangat.

Hanya saja, sekali lagi, ketika aku merasa keadaan terlalu sempurna, di sana ada ketakutan yang mengintai.

4 komentar:

  1. wah, habis kecelakaan ya. semoga segera sembuh. gigi patah memang gantinya mahal. apalagi cek rutin gigi kalo udah bermasalah bisa menghabiskan biaya banyak.

    BalasHapus
  2. Selamat Jhonnn...
    Congratz sidang nya selesai...

    Innalillahi Wainnailaihi raajiun.. turut bela sungkawa atas kecelakaan yang terjadi..

    wih mahal juga ya, memperbaiki gigi retak, coba merujuk ke rumah sakit unair jhon, lebih murah biasanya..
    aku dulu cabut 2 gigi pojokan(impaksi horizontal) juga kena hampir 2.5 juta/gigi di klinik. kalo di unair kena 500 ribu.

    well.. semoga lekas sembuh dan membaik deh.. @_

    BalasHapus
  3. Iya is, terkadang kita sendiri zhalim sama tubuh ini. Lelah tapi masih diforsir, tapi aku masih beruntung cuma ga bisa jalan normal selama 1 bulan dan biayanya ngga sebanyak kamu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe, kadang emang sering lupa kalo tubuh ini punya hak :D

      Hapus