Persona Intikalia

6 Jan 2018

Rindu Jalan-jalan ke Purwokerto

Sudah genap 2 tahun saya tidak ke Purwokerto. Terakhir ke Purwokerto Januari 2016 yang lalu.


Banyak hal yang membuat saya tidak ke Purwokerto. Yang pertama di awal 2016 saya sibuk sekali menyelesaikan semester akhir kuliah saya di Surabaya. Dan alhamdulillah lulus setelah sekian lama bertahan dengan banyak cobaan hidup. Hehe.

Yang kedua, setelah lulus, ternyata saya disibukkan dengan berbagai pekerjaan. Ditambah lagi Desember 2016 lalu istri saya hamil. Jelas, saya tidak mau istri saya keguguran lagi karena terlalu capek di perjalanan.

Di tahun 2017 awal masih sama alasannya karena istri lagi hamil apalagi kondisi bapak saya saat itu semakin melemah. Saya tidak mau ke mana-mana dan hanya di Surabaya. Agustus 2017 anak ketiga saya lahir. Tak lama setelah itu, September 2017 bapak saya meninggal. Banyak hal yang harus saya urusi ketika itu.

Sampai detik ini pun, saya masih banyak daftar pekerjaan atau urusan yang harus saya urusi. Tentu saja hal ini membuat saya tidak pernah berpikir untuk ke Purwokerto dalam waktu dekat ini.

Sangat berbeda dengan dulu ketika tahun 2014. Di tahun-tahun itu saya dan istri sangat-sangat fleksibel. Pekerjaan bisa remote dari Purwokerto. Sekarang sih sebenarnya juga bisa, tapi sudah tidak sesenggang dulu. Kini anak sudah dua. Kerepotannya tidak main-main. Untuk urusan makan saja, biasanya kalah dengan urusan menyempatkan tidur. Lebih milih tidur dibandingkan makan. Hehe.

Apalagi jika bawa 2 anak di sisi biaya juga lebih besar. Dari sisi penghasilan juga tidak sebesar tahun 2015 dulu yang masih menjalin kontrak dengan salah satu start up Unicorn di Indonesia. Dulu penghasilan pasti tiap bulan di angka 5 juta, belum dapat dari lainnya. Sekarang tidak sebesar itu sih. Tapi anehnya tetap saja cukup untuk biaya ini itu. Itulah rejeki. Mungkin karena tidak dipakai jalan-jalan yah, jadi cukup. Haha.

Ada banyak hal yang saya rindukan dari Purwokerto. Pertama, udaranya yang masih sejuk. Bahkan jam 12-nya Purwokerto serasa jam 8-nya Surabaya. Sejauh mata memandang masih banyak pohon yang hijau.

Yang kedua, makanan di sana cenderung lebih murah dari Surabaya. Bahkan dulu saat di sana, masih ada nasi pecel harga seribu rupiah. Nasi uduk di perumahan, masih harga 3 ribu. Gimana anak-anak yang main AdSense ga cepet kaya kalo hidup di Purwokerto. Penghasilan dollar, makanan masih murah-murah.

Bahkan makanan yang ada di Moro (pusat perbelanjaan di Purwokerto) masih tergolong murah. Makanya kalo lagi di Purwokerto, saya dan istri suka bawa Aisyah jalan-jalan ke Moro sambil menikmati jajanan di sana.

Yang ketiga, di sana sangat jarang terjadi macet. Semacet-macetnya ya cuma penuh aja tapi tetap jalan. Dan itu cuma ketika jam anak berangkat sekolah saja. Kalo di Surabaya? Jangan ditanya. Haha.

Hanya saja seenak-enaknya Purwokerto, memang tidak bisa menggantikan Surabaya. Lahir di Surabaya, besar di Surabaya; rasanya tetap beda dengan Purwokerto meskipun punya banyak kelebihan.

Suatu saat nanti, saya ingin jalan-jalan ke Purwokerto lagi. Ketika waktunya luang dan duitnya juga tidak lagi sibuk. Hehe. Benar kata beberapa traveler, "Mumpung masih single, jalan-jalan yang puas. Kalo sudah berkeluarga, biaya jalan-jalan berkali-kali lipat". Eh tapi jalan-jalan sendirian itu ga seru loh. Saya pernah merasakan perjalanan sendirian, tidak seseru kalo bareng keluarga.

Jadi, kapan ke Purwokerto? Kapan-kapan :D

2 komentar:

  1. Tapi kayaknya seru lho is travelling sekeluarga, kapan yuk travel bareng hee

    BalasHapus
  2. "Kalo sudah berkeluarga, biaya jalan-jalan berkali-kali lipat"

    Nah bagian ini menarik is, gimana caranya supaya travellingnya itu jadi duit hahaha :D

    BalasHapus