Dan entah kenapa ya, kalau sekarang Aisyah saya biarkan seperti itu kok gak tega. Mungkin karena saya terlalu banyak membaca artikel tentang kesehatan. Jadi merasa main tanah adalah mainan kotor. Meski faktanya memang begitu. Bisa rentan kena cacingan. Jadilah sekarang Aisyah cuma main yang bersih-bersih. Tapi semoga saja hal ini gak membuat Aisyah jadi gak kreatif.
Saya dan kakak saya memang dari kecil suka main berdua. Karena kami gak punya teman lain. Hidup di pinggir jalan besar membuat orang tua kami mengurung kami di dalam rumah. Gak pernah boleh yang namanya main sama anak kampung. Bahkan sampai besar pun kami gak pernah tahu tetangga kami siapa saja. Dari kecil memang kami dipingit. Meski kakak saya laki-laki tapi nasibnya sama seperti saya dipingit di rumah. Jadilah kami orang-orang yang gak bisa bersosialisasi hingga sebesar ini.
Tapi saya bersyukur karena dulu orang tua kami memingit kami. Jadilah kami gak tercemar oleh anak-anak yang gak jelas. Meski saat sekolah kami dapat oleh-oleh kata-kata kasar. Untung saja saat sudah besar kami gak pernah lagi ngomong kasar. Apalagi setelah mengenal Islam, kami lebih berhati-hati bicara kata kasar.
Dulu, kalau ibu kami pergi ke pasar pasti pintu rumah dikunci. Kami gak boleh pergi ke mana-mana. Pernah saat ibu kami ke pasar, kakak saya mengambil kamera analog. Ituloh kamera jadul yang masih pakai roll film. Saat itu kakak saya mulai beraksi. Dia memotret beberapa objek termasuk saya. Saya bergaya di depan vas bunga sambil difoto kakak saya. Mungkin ada dua atau tiga gambar yang kakak saya ambil.
Kamera Analog Yang Sudah Jadul |
Dan ternyata bakat fotografi kakak saya hingga sekarang. Dia pernah dua kali beli kamera SLR bahkan sampe beli buku fotografi. Tapi ya gitu karena lebih sering ngurus blog kameranya jarang dipake. Ujung-ujungnya dijual karena gak pernah dipake.
ternyata sudah ada bakat narsis sejak kecil ya :)
BalasHapus