Persona Intikalia

15 Des 2019

Tidak Selamanya Menikah Itu Indah

Menikah adalah ujian.


***

Kemarin, saya akhirnya bisa bertemu dengan teman lama yang susah sekali dihubungi. Saya menanyakan apakah dia masih bekerja di tempat kerja dia sebelumnya. Ternyata dia sudah keluar dan sedikit ada masalah. Gajinya selama 2 bulan ditahan oleh pihak perusahaan.

Sedih mendengarnya. Pasalnya memang perusahaan tempat dia bekerja ini agak bermasalah. Dan senior-seniornya tidak ada yang bertahan lama di sana. Rata-rata berujung gaji bulan terakhir ditahan. Entah apa maunya, sepertinya perusahaan ini memang tidak sehat.

Usut cari usut, dulu perusahaan ini tidak seperti itu. Temanku dapat cerita dari senior yang sudah lama keluar, hal-hal tidak mengenakkan itu terjadi di perusahaan itu sejak istri dari si bos ikutan cawe-cawe urusi administrasi dan penggajian. Bahkan akhirnya pihak yang sebenarnya mengurusi gaji dan tahu hukum memilih keluar karena melihat perusahaan itu terlalu semena-mena pada karyawannya.

Untungnya dulu di tahun 2014 saya sempat ingin masuk di perusahaan itu, namun gagal karena pertimbangan jadwal kerja yang ketika itu tentu saja bentrok dengan jadwal kuliah saya. Saya bersyukur tidak sampai masuk di lubang biawak.

***

Di tahun 2015 lalu, saya pernah membaca curhatan teman blogger saya. Cerita tentang warung langganannya yang mulai ditinggal oleh para langganannya.

Sejak pemilik warung menikah dengan seorang wanita, istrinya mulai ikut cawe-cawe dalam usaha warungnya. Nasi yang biasanya dibuat dari beras yang bagus diganti dengan beras yang kualitasnya di bawah itu. Tentu saja namanya beras kurang bagus, kalau dimasak jadi lembek. Kurang enak dimakan.

Dengan kondisi makanan yang seperti itu tentu saja pelanggannya satu per satu, termasuk teman saya, tidak langganan lagi di warung itu. Sang lelaki pemilik warung tahu akan hal itu, namun dia masih belum bisa berdamai dengan istrinya. Bisa ditebak, warungnya tidak berjualan lagi karena sedikit sekali pembelinya.

***

Dulu, ada seorang ahli bahasa Arab yang dipanggil dengan sebutan Sibawaih. Dia adalah seorang Persia, namun jago berbahasa Arab. Kemampuan tidak diragukan lagi. Bahkan pembantunya pun memiliki gaya bahasa yang tinggi efek sering berinteraksi dengan Sibawaih.

Sibawaih ini saking cintanya kepada bahasa Arab, sampai membuat istrinya cemburu. Dia lebih sering menulis kaidah-kaidah bahasa Arab hingga jadi berjilid-jilid kitab.

Namun, takdir berkata lain. Istri yang cemburu justru membakar kitab-kitab kaidah bahasa Arab Sibawaih. Padahal ini adalah karya maestro dari Sibawaih.

Apa akhirnya? Tentu saja Sibawaih menceraikan istrinya ini. Itu adalah hal yang wajar. Coba kamu bayangkan jika kamu di posisi Sibawaih, kitab yang kamu gubah bertahun-tahun harus hangus di tangan istrimu sendiri. Tidak ada kebaikan mempertahan istri yang seperti ini. Berbahaya.

***

Dari 3 kisah tadi, mungkin lebih jika kamu melihat kisah-kisah di sekitarmu, cukup untuk pertanda bahwa menikah itu ujian.

Selain 3 kisah di atas, saya juga sempat membaca tulisan yang mampir di linimasa Facebook saya. Cerita tentang suami (takut istri) yang memberikan semua gajinya ke istrinya. Dan dia cuma dikasih 10 ribu setiap hari untuk uang bensin. Bahkan kadang harus ngutang ke temannya kalau ada hal mendadak di kantornya. Kan malu-maluin.

Kalau saya digituin, ya mending diajak bertengkar saja. Siapa yang punya duit, kok malah diatur-atur gitu.

Tidak selamanya menikah itu indah. Seringkali kehancuran seorang laki-laki berawal akibat dari istrinya sendiri. Untuk itulah Islam punya solusi ketika seorang laki-laki mendapatkan istri yang "membahayakan" akhiratnya maupun dunianya, yaitu dengan cerai.

Tidak selamanya cerai itu buruk. Bahkan, cerai bisa jadi awal dari sebuah kebaikan, lepas dari sumber keburukan. Cerai memang menyakitkan, tapi bertahan dengan keadaan yang buruk untuk waktu yang lama, jauh lebih menyakitkan.

1 komentar:

  1. menikah itu kudu bahagia ya, kalau sdh gak bahagia ngapain dipertahankan

    BalasHapus